A. Pengertian
Penyakit Diabetes Mellitus (DM) yang
juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah
golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam
darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana
organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Insulin adalah salah satu hormon
yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab untuk mengontrol
jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah (memproses)
karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia.
Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.
B. Tanda dan Gejala Diabetes Mellitus
Tanda awal yang dapat diketahui
bahwa seseorang menderita DM atau kencing manis yaitu dilihat langsung dari
efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah
mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis
yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti
semut.
Penderita kencing manis umumnya
menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh
penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10.Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
Kondisi kadar gula yang drastis
menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki
tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu
dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak yang menderita
penyakit diabetes mellitus tipe 1.
Lain halnya pada penderita diabetes
mellitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami berbagai gejala diatas. Bahkan
mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing manis.
C. Klasifikasi
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengklasifikasikan bentuk diabetes mellitus berdasarkan perawatan dan simtoma:
- Diabetes tipe 1, yang meliputi simtoma ketoasidosis hingga rusaknya sel beta di dalam pankreas yang disebabkan atau menyebabkan autoimunitas, dan bersifat idiopatik. Diabetes mellitus dengan patogenesis jelas, seperti fibrosis sistik atau defisiensi mitokondria, tidak termasuk pada penggolongan ini.
- Diabetes tipe 2, yang diakibatkan oleh defisiensi sekresi insulin, seringkali disertai dengan sindrom resistansi insulin
- Diabetes
gestasional, yang meliputi gestational impaired glucose tolerance,
GIGT dan gestational diabetes mellitus, GDM.
dan menurut tahap klinis tanpa pertimbangan patogenesis, dibuat menjadi: - Insulin requiring for survival diabetes, seperti pada kasus defisiensi peptida-C.
- Insulin requiring for control diabetes. Pada tahap ini, sekresi insulin endogenus tidak cukup untuk mencapai gejala normoglicemia, jika tidak disertai dengan tambahan hormon dari luar tubuh.
· Tipe Penyakit Diabetes Mellitus
1. Diabetes mellitus tipe 1
1. Diabetes mellitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang
bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan hormon insulin,dikenal dengan
istilah Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). Hal ini disebabkan hilangnya
sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas. Diabetes tipe
1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini
IDDM tidak dapat dicegah dan tidak dapat disembuhkan, bahkan dengan diet
maupun olah raga. Diabetes Mellitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan
pemberian therapi insulin yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan.
Riwayat keluarga, diet dan faktor lingkungan sangat mempengaruhi perawatan
penderita diabetes tipe 1.
Kebanyakan penderita diabetes tipe 1 memiliki kesehatan dan berat badan yang
baik saat penyakit ini mulai dideritanya. Selain itu, sensitivitas maupun
respons tubuh terhadap insulin umumnya normal pada penderita diabetes tipe ini,
terutama pada tahap awal.
Penyebab
terbanyak dari kehilangan sel beta pada diabetes tipe 1 adalah kesalahan reaksi
autoimunitas yang menghancurkan sel beta
pankreas. Reaksi autoimunitas tersebut dapat dipicu oleh adanya infeksi pada
tubuh.
Saat ini,
diabetes tipe 1 hanya dapat diobati dengan menggunakan insulin, dengan
pengawasan yang teliti terhadap tingkat glukosa darah melalui alat monitor
pengujian darah. Pengobatan dasar diabetes tipe 1, bahkan untuk tahap paling
awal sekalipun, adalah penggantian insulin. Tanpa insulin, ketosis
dan diabetic
ketoacidosis bisa menyebabkan koma bahkan bisa mengakibatkan
kematian. Penekanan juga diberikan pada penyesuaian gaya hidup (diet dan
olahraga). Terlepas dari pemberian injeksi pada umumnya, juga dimungkinkan
pemberian insulin melalui pump,
yang memungkinkan untuk pemberian masukan insulin 24 jam sehari pada tingkat
dosis yang telah ditentukan, juga dimungkinkan pemberian dosis (a bolus)
dari insulin yang dibutuhkan pada saat makan. Serta dimungkinkan juga untuk
pemberian masukan insulin melalui "inhaled powder".
Perawatan diabetes tipe 1 harus berlanjut terus.
Perawatan tidak akan mempengaruhi aktivitas-aktivitas normal apabila kesadaran
yang cukup, perawatan yang tepat, dan kedisiplinan dalam pemeriksaan dan
pengobatan dijalankan. Tingkat Glukosa rata-rata untuk pasien diabetes tipe 1
harus sedekat mungkin ke angka normal (80-120 mg/dl, 4-6 mmol/l). Beberapa
dokter menyarankan sampai ke 140-150 mg/dl (7-7.5 mmol/l) untuk mereka yang
bermasalah dengan angka yang lebih rendah, seperti "frequent hypoglycemic
events". Angka di atas 200 mg/dl (10 mmol/l) seringkali diikuti dengan
rasa tidak nyaman dan buang air kecil yang terlalu sering sehingga menyebabkan
dehidrasi. Angka di atas 300 mg/dl (15 mmol/l) biasanya membutuhkan perawatan
secepatnya dan dapat mengarah ke ketoasidosis. Tingkat glukosa darah yang
rendah, yang disebut hipoglisemia, dapat menyebabkan kehilangan kesadaran.
2. Diabetes mellitus tipe 2
2. Diabetes mellitus tipe 2
Diabetes tipe 2 adalah dimana hormon
insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan
istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). Hal ini dikarenakan
berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi insulin, resistensi
terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan
tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam
darah.
NIDDM merupakan tipe diabetes mellitus yang
terjadi bukan disebabkan oleh rasio insulin di dalam sirkulasi darah, melainkan
merupakan kelainan metabolisme yang disebabkan oleh mutasi pada banyak gen,
termasuk yang mengekspresikan disfungsi sel β,
gangguan sekresi hormon insulin, resistansi sel
terhadap insulin yang disebabkan oleh disfungsi GLUT10
dengan kofaktor hormon resistin yang
menyebabkan sel jaringan, terutama pada hati menjadi kurang peka terhadap
insulin serta RBP4
yang menekan penyerapan glukosa oleh otot lurik namun meningkatkan sekresi gula
darah oleh hati. Mutasi gen tersebut sering terjadi pada kromosom 19
yang merupakan kromosom terpadat yang ditemukan pada manusia.
Ada beberapa teori yang mengutarakan
sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor kegemukan
(obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat
dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan
pemberian tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal
respon penanganan level gula dalam darah, maka obat suntik mulai
dipertimbangkan untuk diberikan.
Pada NIDDM
ditemukan ekspresi SGLT1
yang tinggi, rasio RBP4
dan hormon resistin yang tinggi, peningkatan laju metabolisme glikogenolisis dan glukoneogenesis pada hati,
penurunan laju reaksi
oksidasi dan peningkatan laju reaksi
esterifikasi pada hati. NIDDM juga dapat disebabkan oleh dislipidemia, lipodistrofi, dan sindrom
resistansi insulin.
Pada tahap awal
kelainan yang muncul adalah berkurangnya sensitifitas terhadap insulin, yang
ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah. Hiperglisemia dapat
diatasi dengan obat
anti diabetes yang dapat meningkatkan sensitifitas terhadap insulin
atau mengurangi produksi glukosa dari hepar,
namun semakin parah penyakit, sekresi insulin pun semakin berkurang, dan terapi
dengan insulin kadang dibutuhkan. Ada beberapa teori yang menyebutkan penyebab
pasti dan mekanisme terjadinya resistensi ini, namun obesitas
sentral diketahui sebagai faktor predisposisi terjadinya resistensi
terhadap insulin, dalam kaitan dengan pengeluaran dari adipokines
( nya suatu kelompok hormon) itu merusak toleransi glukosa. Obesitas ditemukan
di kira-kira 90% dari pasien dunia dikembangkan diagnosis dengan jenis 2
kencing manis. Faktor lain meliputi mengeram dan sejarah keluarga, walaupun di
dekade yang terakhir telah terus meningkat mulai untuk mempengaruhi anak remaja
dan anak-anak.
Diabetes tipe 2
dapat terjadi tanpa ada gejala sebelum hasil diagnosis. Diabetes tipe 2
biasanya, awalnya, diobati dengan cara perubahan aktivitas fisik (olahraga),
diet (umumnya pengurangan asupan karbohidrat), dan lewat pengurangan berat badan. Ini dapat memugar
kembali kepekaan hormon insulin, bahkan ketika kerugian berat/beban adalah
rendah hati,, sebagai contoh, di sekitar 5 kg ( 10 sampai 15 lb), paling
terutama ketika itu ada di deposito abdominal yang gemuk. Langkah yang
berikutnya, jika perlu,, perawatan dengan lisan [[ antidiabetic
drugs. [Sebagai/Ketika/Sebab] produksi hormon insulin adalah
pengobatan pada awalnya tak terhalang, lisan ( sering yang digunakan di
kombinasi) kaleng tetap digunakan untuk meningkatkan produksi hormon insulin (
e.g., sulfonylureas) dan mengatur pelepasan/release yang tidak sesuai tentang
glukosa oleh hati ( dan menipis pembalasan hormon insulin sampai taraf tertentu
( e.g., metformin),
dan pada hakekatnya menipis pembalasan hormon insulin ( e.g.,
thiazolidinediones). Jika ini gagal, ilmu pengobatan hormon insulin akan
jadilah diperlukan untuk memelihara normal atau dekat tingkatan glukosa yang
normal. Suatu cara hidup yang tertib tentang cek glukosa darah direkomendasikan
dalam banyak kasus, paling terutama sekali dan perlu ketika mengambil
kebanyakan pengobatan.
Sebuah zat
penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang disebut sitagliptin,
baru-baru ini diperkenankan untuk digunakan sebagai pengobatan diabetes
mellitus tipe 2. Seperti zat penghambat dipeptidyl peptidase 4 yang
lain, sitagliptin akan membuka peluang bagi perkembangan sel tumor maupun
kanker.
Sebuah fenotipe sangat khas ditunjukkan oleh NIDDM
pada manusia adalah defisiensi metabolisme
oksidatif di dalam mitokondria pada otot lurik. Sebaliknya, hormon tri-iodotironina menginduksi biogenesis di
dalam mitokondria dan meningkatkan sintesis ATP sintase pada kompleks V,
meningkatkan aktivitas sitokrom
c oksidase pada kompleks IV, menurunkan spesi oksigen
reaktif, menurunkan stres oksidatif, sedang hormon melatonin akan meningkatkan produksi ATP di
dalam mitokondria serta meningkatkan aktivitas respiratory chain,
terutama pada kompleks I, III dan IV. Bersama dengan insulin, ketiga hormon ini membentuk siklus
yang mengatur fosforilasi
oksidatif mitokondria di dalam otot lurik. Di sisi lain, metalotionein
yang menghambat aktivitas GSK-3beta
akan mengurangi risiko defisiensi otot jantung pada penderita diabetes.
Simtoma yang terjadi pada NIDDM dapat
berkurang dengan dramatis, diikuti dengan pengurangan berat tubuh, setelah
dilakukan bedah bypass usus.
Hal ini diketahui sebagai akibat dari peningkatan sekresi hormon inkretin, namun para ahli belum dapat menentukan
apakah metoda ini dapat memberikan kesembuhan bagi NIDDM dengan perubahan homeostasis glukosa
3. Diabetes mellitus
tipe 3
Diabetes mellitus gestasional (gestational diabetes, insulin-resistant type 1 diabetes, double diabetes, type 2 diabetes which has progressed to require injected insulin, latent autoimmune diabetes of adults, type 1.5" diabetes, type 3 diabetes, LADA) atau diabetes melitus yang terjadi hanya selama kehamilan dan pulih setelah melahirkan, dengan keterlibatan interleukin-6 dan protein reaktif C pada lintasan patogenesisnya. GDM mungkin dapat merusak kesehatan janin atau ibu, dan sekitar 20–50% dari wanita penderita GDM bertahan hidup.
Diabetes melitus pada kehamilan terjadi di sekitar 2–5% dari semua kehamilan. GDM bersifat temporer dan secara penuh bisa perlakukan tetapi, tidak diperlakukan, boleh menyebabkan permasalahan dengan kehamilan, termasuk macrosomia (kelahiran yang tinggi menimbang), janin mengalami kecacatan dan menderita penyakit jantung sejak lahir. Penderita memerlukan pengawasan secara medis sepanjang kehamilan.
Resiko Fetal/Neonatal yang
dihubungkan dengan GDM meliputi keanehan sejak lahir seperti berhubungan dengan
jantung, sistem nerves yang pusat, dan [sebagai/ketika/sebab] bentuk cacad
otot. Yang ditingkatkan hormon insulin hal-hal janin boleh menghalangi sindrom
kesusahan dan produksi surfactant penyebab hal-hal janin yang berhubung
pernapasan. Hyperbilirubinemia boleh diakibatkan oleh pembinasaan sel darah
yang merah. Di kasus yang menjengkelkan, perinatal kematian boleh terjadi,
paling umum sebagai hasil kelimpahan placental yang lemah/miskin dalam kaitan
dengan perusakan/pelemahan yang vaskuler. Induksi/Pelantikan mungkin ditandai
dengan dikurangi placental fungsi. Bagian Cesarean mungkin dilakukan jika
ditandai kesusahan hal-hal janin atau suatu ditingkatkan risiko dari
luka-luka/kerugian dihubungkan dengan macrosomia, seperti bahu dystocia.
D. Diagnosa
Tabel: Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa
dengan metode enzimatik sebagai patokan penyaring dan diagnosis DM (mg/dl).
|
Bukan DM
|
Belum pasti DM
|
DM
|
Kadar glukosa darah sewaktu:
|
|
|
|
Plasma
vena
|
<110
|
110
- 199
|
>200
|
Darah
kapiler
|
<90
|
90
- 199
|
>200
|
Kadar glukosa darah puasa:
|
|
|
|
Plasma
vena
|
<110
|
110
- 125
|
>126
|
Darah
kapiler
|
<90
|
90
- 109
|
>110
|
· Kadar Gula
Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah
berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan unit United Kingdom)}
atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)}, Dimana 1
mmol/l = 18 mg/dl.
Namun demikian, kadar gula tentu
saja terjadi peningkatan setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi
hari bangun tidur. Seseorang dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar
gula dalam darah jauh diatas nilai normal, sedangkan hypoglycemia adalah suatu
kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai gula dalam darah dibawah
normal.
Diagnosa Diabetes dapat ditegakkan
jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level 126 mg/dl atau bahkan
lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8 jam) mencapai
level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara random
(sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai
level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila dia atas 200 mg/dl.
Banyak alat test gula darah yang
diperdagangkan saat ini dan dapat dibeli dibanyak tempat penjualan alat
kesehatan atau apotik seperti Accu-Chek, BCJ Group, Accurate, OneTouch
UltraEasy machine. Bagi penderita yang terdiagnosa Diabetes Mellitus, ada
baiknya bagi mereka jika mampu untuk membelinya.
E. Komplikasi
Komplikasi jangka lama
termasuk penyakit kardiovaskular (risiko ganda), kegagalan kronis ginjal (penyebab utama dialisis),
kerusakan retina yang dapat menyebabkan kebutaan, serta kerusakan saraf
yang dapat menyebabkan impotensi dan gangren
dengan risiko amputasi. Komplikasi yang lebih serius
lebih umum bila kontrol kadar gula darah buruk.
Ketoasidosis diabetikum
Pada penderita diabetes tipe
I, gejalanya timbul secara tiba-tiba dan bisa berkembang dengan cepat ke dalam
suatu keadaan yang disebut dengan ketoasidosis diabetikum. Kadar gula di dalam
darah adalah tinggi tetapi karena sebagian besar sel tidak dapat menggunakan
gula tanpa insulin, maka sel-sel ini mengambil energi dari sumber yang lain.
Sel lemak dipecah dan menghasilkan keton, yang merupakan senyawa kimia beracun
yang bisa menyebabkan darah menjadi asam (ketoasidosis). Gejala awal dari
ketoasidosis diabetikum adalah rasa haus dan sering kencing, mual, muntah,
lelah dan nyeri perut (terutama pada anak-anak). Pernafasan menjadi dalam dan
cepat karena tubuh berusaha untuk memperbaiki keasaman darah. Bau nafas penderita
tercium seperti bau aseton. Tanpa pengobatan, ketoasidosis diabetikum bisa
berkembang menjadi koma, kadang dalam waktu hanya beberapa jam. Bahkan setelah
mulai menjalani terapi insulin, penderita diabetes tipe I bisa mengalami
ketoasidosis jika mereka melewatkan satu kali penyuntikan insulin atau
mengalami stres akibat infeksi, kecelakaan atau penyakit yang serius. Penderita
diabetes tipe II bisa tidak menunjukkan gejala selama beberapa tahun. Jika
kekurangan insulin semakin parah, maka timbullah gejala yang berupa sering
kencing dan haus. Jarang terjadi ketoasidosis. Jika kadar gula darah sangat
tinggi (sampai lebih dari 1.000 mg/dL, biasanya terjadi akibat stres-misalnya
infeksi atau obat-obatan), maka penderita akan mengalami dehidrasi berat, yang
bisa menyebabkan kebingungan mental, pusing, kejang dan suatu keadaan yang
disebut koma hiperglikemik-hiperosmolar non-ketotik.
Penanganan
· Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes
Penderita
diabetes tipe 1 umumnya menjalani pengobatan therapi insulin (Lantus/Levemir,
Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah dengan
berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada
penderita diabetes mellitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan
difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula
dalam darah adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi
berat badan, diet, dan berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang
diharapkan, maka pemberian obat tablet akan diperlukan. Bahkan pemberian
suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan
kadar gula darah. Pasien yang cukup terkendali dengan
pengaturan makan saja tidak mengalami kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang
cukup terkendali dengan obat dosis tunggal juga tidak mengalami
kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat berbuka
puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dosis tinggi,
obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada dosis sahur.
Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang diberikan saat
berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin (DMTI) dosis
ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.
0 komentar:
Posting Komentar