Pages

Diberdayakan oleh Blogger.

Jumat, 24 Mei 2013

proses denaturasi protein dalam tubuh



Proses Denaturasi Protein Dalam Tubuh
Denaturasi protein merupakan suatu proses dimana terjadi perubahan atau modifikasi terhadap konformasi protein, lebih tepatnya terjadi pada struktur tersier maupun
Protein Machines (Photo credit: Wikipedia)
kuartener dari protein. Pada struktur tersier protein misalnya, terdapat empat jenis interaksi pada rantai samping seperti ikatan hidrogen, jembatan garam, ikatan disulfida, interaksi non polar pada bagian non hidrofobik.
Denaturasi protein terjadi bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu molekul protein berubah. Sebagian besar protein globuer mudah mengalami denaturasi. Jika ikatan-ikatan yang membentuk konfigurasi molekul tersebut rusak, molekul akan mengembang. Kadang-kadang perubahan ini memang dikehendaki dalam pengolahan makanan, tetapi sering pula dianggap merugikan sehingga perlu dicegah.
Ada dua macam denaturasi
1.      Pengembangan polipeptida
2.      Pemecahan protein menjadi unit yang lebih kecil tanpa disertai pengembangan molekul.
Terjadinya kedua jenis denaturasi ini tergantung pada keadaan molekul :
ü  Yang pertama terjadi pada rantai polipeptida,
ü  Yang kedua terjadi pada bagian-bagian molekul yang tergabung dalam ikatan sekunder.
 Ikatan-ikatan yang dipengaruhi oleh proses denaturasi ini adalah :
 (a) ikatan hidrogen
 (b) ikatan hidrofobik misalnya pada leusin, valin, fenilalanin, triptofan yang saling berdekatan membentuk suatu micelle dan tidak larut dalam air
 (c) ikatan ionik antara gugus bermuatan (+) dan (-)
(d) ikatan intramolukuler seperti yang tedapat pada gugus disulfida dalam sistin.
Gambar 3. Sketsa proses denaturasi protein
Denaturasi dapat diartikan suatu perubahan atau modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier, dan kuartener terhadap molekul protein, tanpa terjadinya pemecahan ikatan-ikatan kovalen. Karena itu denaturasi dapat pula diartikan suatu proses terpecahnya ikatan hidrogen, interaksi hidrofobik, ikatan garam, dan terbukanya lipatan molekul.
Pemekaran atau pengembangan lipatan molekul protein yang terdenaturasi akan membuka gugus reaktif yang ada pada rantai polipeptida, selanjutnya akan terjadi pengikatan kembali pada gugus reaktif yang sama atau berdekatan. Bia unit ikatan yang terbentuk cukup banyak sehingga protein tidak lagi terdispersi sebagai suatu koloid, maka protein tersebut mengalami koagulasi. Apabila ikatan-ikatan pada gugus-gugus reaktif protein tersebut menahan seluruh cairan, akan terbentuklah gel. Sedangkan bila cairan terpisah dari protein yang terkoagulasi itu, protein akan mengendap.
Protein yang terdenaturasi berkurang kelarutannya. Lapisan molekul protein bagian dalam yang bersifat hidrofobik berbalik ke luar, sedangakan bagian luar yang bersifat hidrofil terlipat ke dalam. Pelipatan atau pembalikan terjadi khususnya bila larutan protein telah mendekati pH isoelektrik, dan akhirnya protein akan menggumpal dan mengendap. Viskositas akan bertambah karena molekul mengembang dan menjadi asimetrik, demikian jua sudut putaran optik larutan protein akan meningkat. Enzim-enzim yang gugus prostetiknya terdiri dari protein akan kehilangan aktivitasnya sehingga tidak berfungsi lagi sebagai enzim yang aktif.
Denaturasi protein dapat dilakukan dengan berbagai cara yaitu oleh panas, pH ekstrim, bahan kimia, mekanik, beberapa pelarut organik seperti alkohol atau aseton, urea, deterjen, dan lain-lain. Masing-masing cara mempunyai pengaruh yang berbeda-beda terhadap denaturasi protein. Senyawa kimia seperti urea dan garam guanidina dapat memecah ikatan hidrogen yang pada akhirnya menyebabkan denaturasi protein. Dengan cara tersebut, urea dan garam guanidina dapat memecah interaksi hidrofobik dan meningkatkan daya kelarutan gugus hidrofobik dalam air. Deterjen atau sabun dapat menyebabkan denaturasi protein karena senyawa ini dapat membentuk jembatan antara gugus hidrofobik dengan hidrofilik sehingga praktis terdenaturasi.
Ciri-ciri suatu protein yang mengalami denaturasi bisa dilihat dari berbagai hal, salah satunya:
1.      dari perubahan struktur fisiknya, protein yang terdenaturasi biasanya mengalami pembukaan lipatan pada bagian-bagian tertentu.
2.      Selain itu, protein yang terdenaturasi akan berkurang kelarutannya. Lapisan molekul yang bagian hidrofobik akan mengalami perubahan posisi dari dalam ke luar, begitupun sebaliknya. Hal ini akan membuat perubahan kelarutan.
Masing-masing penyebab denaturasi protein juga mengakibatkan ciri denaturasi yang spesifik:
ü  Panas
Panas dapat mengacaukan ikatan hidrogen dari protein namun tidak akan mengganggu ikatan kovalennya. Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu akan membuat energi kinetik molekul bertambah. Bertambahnya energi kinetik molekul akan mengacaukan ikatan-ikatan hidrogen. Dengan naiknya suhu, akan membuat perubahan entalpi sistem naik. Selain itu bentuk protein yang terdenaturasi dan tidak teratur juga sebagai tanda bahwa entropi bertambah. Entropi sendiri merupakan derajat ketidakteraturan, semakin tidak teratur maka entropi akan bertambah. Pemanasan juga dapat mengakibatkan kemampuan protein untuk mengikat air menurun dan menyebabkan terjadinya koagulasi.

ü  asam dan basa
Seperti telah diketahui bahwa protein dapat membentuk struktur zwitter ion. Protein juga memiliki titik isoelektrik dimana jumlah muatan positif dan muatan negatif pada protein adalah sama. Pada saat itulah, protein dapat terdenaturasi yang ditandai dengan membentuk gumpalan dan larutannya menjadi keruh. Pada saat ini entalpi pelarutannya akan menjadi tinggi, karena jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melarutkan sejumlah protein akan bertambah. Mekanismenya adalah penambahan asam dan basa dapat mengacaukan jembatan garam yang terdapat pada protein. Ion positif dan negatif pada garam dapat berganti pasangan dengan ion positif dan negatif dari asam ataupun basa sehingga jembatan garam pada protein yang merupakan salah satu jenis interaksi pada protein, menjadi kacau dan protein dapat dikatakan terdenaturasi.

ü  Logam-logam berat
Dengan adanya logam-logam berat itu akan terbentuk kompleks garam protein-logam. Kompleks inilah yang membuat protein akan sulit untuk larut. Dan sama dengan ketika protein terdenaturasi akibat asam dan basa, entalpi pelarutannya akan naik. Protein bermuatan negatif atau protein dengan pH larutan di atas titik isoelektrik akan diendapkan oleh ion positif atau logam lebih mudah. Sebaliknya, protein bermuatan positif dengan pH larutan di bawah titik isoelektrik membutuhkan ion-ion negatif. Contoh ion-ion positif yang dapat mengendapkan protein misalnya Ag+, Ca2+, Zn2+, Hg2+, Fe2+, Cu2+, dan Pb2+.
Contoh ion-ion negatif yang dapat mengendapkan protein misalnya ion salisilat, trikloroasetat, piktrat, tanat, dan sulfosalisilat. Namun selain membentuk kompleks garam protein-logam yang sukar larut, logam berat dapat menarik sulfur pada protein sehingga mengganggu ikatan disulfida dalam protein dan menyebabkan protein terdenaturasi pula.

Gangguan pada ikatan disulfida selain disebabkan oleh logam berat juga dapat disebabkan oleh agen-agen pereduksi. Agen pereduksi ini bisa menyebabkan ikatan disulfida putus dan dapat membentuk gugus tiol (-SH) dengan penambahan atom hidrogen. Selain ikatan disulfida, ikatan lain yang apabila terganggu dapat menyebabkan denaturasi protein adalah ikatan hidrogen. Dengan adanya alkohol dapat merusak ikatan hidrogen antar rantai samping dalam struktur tersier suatu protein.

Selain itu, alkohol juga dapat mendenaturasi protein. Alkohol seperti kita ketahui umumnya terdapat kadar 70% dan 95%. Alkohol 70% bisa masuk ke dinding sel dan dapat mendenaturasi protein di dalam sel. Sedangkan alkohol 95% mengkoagulasikan protein di luar dinding sel dan mencegah alkohol lain masuk ke dalam sel melalui dinding sel. Sehingga yang digunakan sebagai disinfektan adalah alkohol 70%. Alkohol mendenaturasi protein dengan memutuskan ikatan hidrogen intramolekul pada rantai samping protein. Ikatan hidrogen yang baru dapat terbentuk antara alkohol dan rantai samping protein tersebut.

Kehadiran logam-logam berat, asam-basa tertentu, alkohol dan bahan-bahan lain yang dapat memicu terjadinya denaturasi (atau dapat disebut sebagai bahan denaturan) dapat mengganggu kestabilan protein yang pada umumnya berada pada keadaan folded. Keberadaan denaturan yang mengikat pada protein folded tersebut dapat menaikkan entropi dari rantai protein sehingga terjadi reaksi dari bentuk folded menjadi unfolded. Namun sebenarnya perubahan dari keadaan folded menjadi unfolded tidak sepenuhnya diakibatkan keberadaan denaturan. Pada kondisi-kondisi ekstrim tertentu yang tidak bisa ditoleransi oleh protein, maka protein juga akan mengubah dirinya dari keadaan folded ke keadaan unfolded. Keadaan seperti ini berjalan reversibel dengan sangat lambat.

Pada keadaan protein terlipat atau folded, bagian yang hidrofilik akan berada di luar sedangkan bagian yang hidrofobik akan berada di bagian dalam. Hal ini memungkinkan protein dapat larut dalam pelarut polar seperti air. Namun saat protein terdenaturasi, terjadi pembalikan posisi menjadi bagian hidrofobik yang berada di luar. Pada saat inilah protein tidak bisa larut dalam air dan berada pada kondisi energi yang tinggi karena air akan berusaha melarutkan bagian yang hidrofobik tersebut padahal karena perbedaan kepolaran air dan bagian hidrofobik itu tidak akan larut. Oleh karena itu protein terdenaturasi akan berusaha segera kembali ke keadaan stabil atau energi rendah kembali. Apabila struktur protein tersebut terlalu kompleks, salah satu jalan untuk membuat kondisi energinya menjadi rendah kembali adalah dengan menggumpalkan dirinya. Dengan konformasi tergumpal, maka seluruh bagian hidrofobik dari protein tidak akan berinteraksi lagi dengan air yang terus berusaha melarutkannya, sehingga dapat dikatakan konformasi seperti ini lebih stabil.

Dalam pandangan klasik mengenai dua kondisi pelipatan protein, sebuah protein dikatakan berada dalam kondisi kesetimbangan dinamis antara suatu kondisi terlipat (folded state) yang kompak dengan energi dan entropi rendah serta suatu kondisi entropi tinggi yang secara struktural ditandai dengan konformasi tidak teratur berenergi tinggi yang dikenal juga sebagai kondisi tidak terlipat (unfolded state)

Kemudian seperti telah dibahas sebelumnya bahwa proses perubahan dari folded ke unfolded berjalan reversibel namun sangat lambat berarti memungkinkan terjadi proses renaturasi. Proses renaturasi atau pengembalian struktur dari struktur protein terdenaturasi menjadi struktur protein awal bisa saja terjadi. Namun, perlu diingat apabila struktur protein awal terlalu kompleks, maka proses renaturasi atau refolding tersebut akan berlangsung sangat lambat dan sulit.
Contohnya kebutuhan akan protein bertambah pada perempuan yang mengandung dan atlet. Kekurangan protein dapat terjadi denaturasi yang bisa berakibat fatal antara lain dapat menimbulkan penyakit kwarsiorkor(busung lapar). Kekurangan protein secara terus menerus dapat menyebakan marasmus yang dapat mengakibatkan kematian




SUMBER:


3 komentar:

 

Blogger news

Blogroll

Translate